02-16-2016, 10:16 AM
Jauh sebelum depresi pasca melahirkan berhasil diidentifikasi, kondisi ini dianggap sebagai penyakit jiwa yang dialami perempuan setelah melahirkan.
Pada 460 SM, Hippocrates menjelaskan teori tentang “puerperal fever” (demam nifas).
Menurut teori Hippocrates demam nifas disebabkan oleh terhambatnya pelepasan cairan lochial (darah, jaringan, dan lendir yang keluar setelah melahirkan) yang diangkut ke otak sehingga menimbulkan agitasi, delirium, dan serangan mania.
Pada abad ke-11, ginekolog Trotula of Salerno berspekulasi dengan mengatakan bahwa “jika rahim terlalu lembab, otak akan diisi dengan air, dan cairan tersebut akan bergerak ke mata, sehingga tanpa sadar meneteskan air mata.”
Pada abad ke-18, psikosis dan depresi nifas secara khusus didefinisikan oleh Marce dalam karyanya yang berjudul Treatise on Insanity in Pregnant and Lactating Women.
Namun pemahaman penyakit jiwa pasca melahirkan (postpartum mental illness) menjadi lebih sistematis pada pertengahan abad ke-19 ketika Esquirol menulis tentang “keterasingan jiwa pada mereka yang baru saja melahirkan dan wanita menyusui”.
Saat ini, informasi mengenai depresi pasca melahirkan lebih mudah didapat sehingga dengan pendidikan yang tepat, dukungan keluarga, dan perawatan kesehatan, kondisi ini bisa diobati.
Jenis Depresi Pasca Melahirkan (Postpartum Depression)
Banyak orang beranggapan bahwa depresi pasca melahirkan merupakan kondisi yang definitif, padahal sebenarnya kondisi ini masih dalam wilayah abu-abu.
Jenis-jenis depresi pasca melahirkan terbagi menurut tingkat keparahannya, mulai dari baby blues ringan, depresi berat pasca melahirkan, hingga psikosis postpartum.
1. Baby Blues
Baby blues adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penarikan diri, jenis yang relatif ringan dari depresi pasca melahirkan. Baby blues biasanya dialami oleh 30 sampai 80 persen dari semua ibu baru.
Gejala baby blues termasuk diantaranya adalah kemurungan, kecemasan, kesedihan, menangis, insomnia, dan kelelahan.
Baby blues terkadang terjadi mulai pada hari ke 3 sampai ke 10 setelah melahirkan dan berakhir dalam waktu dua minggu.
2. Postpartum Major Depression (Depresi Berat Postpartum)
Postpartum major depression atau depresi berat postpartum terjadi pada sekitar 10 persen wanita yang telah melahirkan.
Berbeda dengan baby blues, depresi berat postpartum cenderung muncul pada tiga minggu atau lebih setelah melahirkan. Gejala yang muncul meliputi perubahan pada suasana hati yang biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama.
Gejala postpartum major depression diantaranya adalah menangis sambil mengucapkan kata-kata tidak jelas, konsentrasi yang buruk, kesulitan membuat keputusan, kesedihan, perasaan tidak mampu, dan pikiran untuk bunuh diri.
Gejala di atas terkadang diiringi juga dengan munculnya beberapa gejala fisik yang mirip dengan hypothyroidism, misalnya sensitivitas terhadap dingin, kelelahan, kulit kering, lambat dalam berpikir, sembelit, dan retensi urin.
3. Postpartum Psychosis Depression (Psikosis Postpartum)
Postpartum psychotic depression atau disebut juga peurperal psychosis merupakan jenis depresi postpartum yang sangat jarang terjadi, yakni hanya 1-2 dari 1.000 perempuan.
Sebagian besar kasus akan dimulai dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, meskipun menurut hasil pengamatan puncak terjadi satu sampai tiga bulan setelah melahirkan.
Psikosis postpartum akan didahului oleh memburuknya insomnia, agitasi, kebingungan, masalah ingatan, iritabilitas dan kecemasan.
Gejala psikosis postpartum meliputi gangguan pikiran, delusi, halusinasi, serta respons yang tidak pantas atau tidak tertarik pada anak mereka.
Gejala psikosis postpartum dapat berubah dengan cepat. Perubahan periode suasana hati yang ekstrim dengan cepat diikuti oleh kesedihan yang mendalam atau marah juga teramati.
Adanya periode berpikir jernih umum terjadi, namun kondisi ini tidak selalu merupakan indikator pemulihan.
Meskipun pemulihan dapat terjadi tiba-tiba, umumnya psikosis postpartum berkembang menjadi depresi berat dan berkepanjangan.[]
Pada 460 SM, Hippocrates menjelaskan teori tentang “puerperal fever” (demam nifas).
Menurut teori Hippocrates demam nifas disebabkan oleh terhambatnya pelepasan cairan lochial (darah, jaringan, dan lendir yang keluar setelah melahirkan) yang diangkut ke otak sehingga menimbulkan agitasi, delirium, dan serangan mania.
Pada abad ke-11, ginekolog Trotula of Salerno berspekulasi dengan mengatakan bahwa “jika rahim terlalu lembab, otak akan diisi dengan air, dan cairan tersebut akan bergerak ke mata, sehingga tanpa sadar meneteskan air mata.”
Pada abad ke-18, psikosis dan depresi nifas secara khusus didefinisikan oleh Marce dalam karyanya yang berjudul Treatise on Insanity in Pregnant and Lactating Women.
Namun pemahaman penyakit jiwa pasca melahirkan (postpartum mental illness) menjadi lebih sistematis pada pertengahan abad ke-19 ketika Esquirol menulis tentang “keterasingan jiwa pada mereka yang baru saja melahirkan dan wanita menyusui”.
Saat ini, informasi mengenai depresi pasca melahirkan lebih mudah didapat sehingga dengan pendidikan yang tepat, dukungan keluarga, dan perawatan kesehatan, kondisi ini bisa diobati.
Jenis Depresi Pasca Melahirkan (Postpartum Depression)
Banyak orang beranggapan bahwa depresi pasca melahirkan merupakan kondisi yang definitif, padahal sebenarnya kondisi ini masih dalam wilayah abu-abu.
Jenis-jenis depresi pasca melahirkan terbagi menurut tingkat keparahannya, mulai dari baby blues ringan, depresi berat pasca melahirkan, hingga psikosis postpartum.
1. Baby Blues
Baby blues adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penarikan diri, jenis yang relatif ringan dari depresi pasca melahirkan. Baby blues biasanya dialami oleh 30 sampai 80 persen dari semua ibu baru.
Gejala baby blues termasuk diantaranya adalah kemurungan, kecemasan, kesedihan, menangis, insomnia, dan kelelahan.
Baby blues terkadang terjadi mulai pada hari ke 3 sampai ke 10 setelah melahirkan dan berakhir dalam waktu dua minggu.
2. Postpartum Major Depression (Depresi Berat Postpartum)
Postpartum major depression atau depresi berat postpartum terjadi pada sekitar 10 persen wanita yang telah melahirkan.
Berbeda dengan baby blues, depresi berat postpartum cenderung muncul pada tiga minggu atau lebih setelah melahirkan. Gejala yang muncul meliputi perubahan pada suasana hati yang biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama.
Gejala postpartum major depression diantaranya adalah menangis sambil mengucapkan kata-kata tidak jelas, konsentrasi yang buruk, kesulitan membuat keputusan, kesedihan, perasaan tidak mampu, dan pikiran untuk bunuh diri.
Gejala di atas terkadang diiringi juga dengan munculnya beberapa gejala fisik yang mirip dengan hypothyroidism, misalnya sensitivitas terhadap dingin, kelelahan, kulit kering, lambat dalam berpikir, sembelit, dan retensi urin.
3. Postpartum Psychosis Depression (Psikosis Postpartum)
Postpartum psychotic depression atau disebut juga peurperal psychosis merupakan jenis depresi postpartum yang sangat jarang terjadi, yakni hanya 1-2 dari 1.000 perempuan.
Sebagian besar kasus akan dimulai dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, meskipun menurut hasil pengamatan puncak terjadi satu sampai tiga bulan setelah melahirkan.
Psikosis postpartum akan didahului oleh memburuknya insomnia, agitasi, kebingungan, masalah ingatan, iritabilitas dan kecemasan.
Gejala psikosis postpartum meliputi gangguan pikiran, delusi, halusinasi, serta respons yang tidak pantas atau tidak tertarik pada anak mereka.
Gejala psikosis postpartum dapat berubah dengan cepat. Perubahan periode suasana hati yang ekstrim dengan cepat diikuti oleh kesedihan yang mendalam atau marah juga teramati.
Adanya periode berpikir jernih umum terjadi, namun kondisi ini tidak selalu merupakan indikator pemulihan.
Meskipun pemulihan dapat terjadi tiba-tiba, umumnya psikosis postpartum berkembang menjadi depresi berat dan berkepanjangan.[]